Pembangunan desa merupakan pilar utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata. Dalam konteks otonomi desa, pendekatan bottom-up menjadi strategi partisipatif yang mendorong masyarakat untuk turut serta dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan. Di sinilah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memegang peran krusial sebagai representasi aspirasi masyarakat dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah desa.
Peran dan fungsi BPD diatur dalam beberapa regulasi yaitu, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 55–65. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD. PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa.
Pendekatan bottom-up menekankan pada partisipasi aktif masyarakat dalam merumuskan kebijakan local, warga desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek penggerak perubahan. BPD menjadi mediator antara masyarakat dan Kepala Desa untuk memastikan bahwa program pembangunan benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat.
BPD memiliki beberapa peran dan fungsi utama yaitu:
- Legislatif desa: Bersama kepala desa merancang dan menyetujui peraturan desa.
- Fungsi pengawasan: Mengawasi kinerja kepala desa, termasuk pengelolaan keuangan dan pelaksanaan program desa.
- Aspiratif: Menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat melalui musyawarah desa.
Dalam konteks otonomi desa, Kepala Desa memiliki kewenangan yang luas dalam merumuskan kebijakan dan mengelola anggaran desa, namun kewenangan ini harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang efektif. Di sinilah peran BPD menjadi sangat penting untuk memastikan kebijakan dan anggaran benar-benar diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, BPD bertugas menelaah dan memberikan masukan atas kebijakan strategis kepala desa, seperti dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Hal ini diperkuat oleh UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 55, yang menyebutkan bahwa BPD adalah lembaga yang melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
APBDes adalah instrumen utama pelayanan publik oleh karena itu, pengawasan BPD meliputi pemantauan alokasi, distribusi, dan realisasi anggaran. Dalam Peraturan Mendagri No. 110 Tahun 2016 Pasal 31, ditegaskan bahwa BPD dapat menyampaikan usulan dan permintaan klarifikasi penggunaan dana desa. Tujuan utama pengawasan BPD adalah memastikan bahwa pelayanan publik di desa dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata, ketika dana desa dikelola secara tepat, desa dapat mengalami peningkatan signifikan dalam kualitas hidup warganya.
Dampak Positif
- Keterbukaan dan transparansi meningkat
- Akuntabilitas pemerintah desa lebih kuat
- Peningkatan partisipasi masyarakat
Dampak Negatif / Tantangan
- Politik lokal dan konflik kepentingan
- Kapasitas SDM BPD yang rendah
Kurangnya kesadaran masyarakat
Study Kasus: di Desa Sukamekarsari Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak merealisasikan usulan dua Kelompok Tani dalam pembelian mesin Hand Traktor sebanyak 2 unit. BPD secara aktif mengawal realisasi anggaran tersebut mulai dari tingkat usulan Kelomok Tani, musyawarah anggaran dengan Kepala Desa, Kelompok Tani sampai tingkat realisasi mesin Hand Traktor sebanyak 2 unit dan di distribusikan langusng kepada kedua Kelompok Tani tersebut. Tujuan dua Kelompok tani mengusulkan mesin Hand Traktor yaitu untuk peningkatan angka tanam padi sawah, setelah direalisasikan hal ini sangat berdampak positif dalam mempengaruhi peningkatan angka tanam, kualitas padi dan meminimalisir serangan hama dan penyakit terhadap tanaman padi sawah karena tanam serentak. Dalam hal ini peran BPD sangat mempengaruhi sebagai pengawasan anggaran, legislasi dan menampung aspirasi masyarakat petani di Desa Sukamekarsari sehingga program pertanian tersebut berjalan dengan baik.
Kesimpulan
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan desa tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Keterlibatan BPD memastikan aspirasi warga terakomodasi secara efektif dan strategis, tetapi juga turut membangun kemandirian, kepemimpinan yang partisipatif, dan akuntabilitas pengelolaan anggaran dan program desa. Sebagai rekomendasi untuk desa lain, sistem seperti ini dapat direplikasi dengan beberapa catatan kunci: pembentukan tim relawan yang kredibel, pengadaan forum musyawarah yang representatif, penyusunan rencana prioritas secara terbuka, dan monitoring serta evaluasi partisipatif yang berkelanjutan.
Penulis:
- Apriyanto (Mahasiswa)
- Angga Rosidin (Dosen Pembimbing)
- Zakaria Habib Al-Ra’zie (Kaprodi)
(Program Studi Administrasi Negara Unversitas Pamulang Kampus Serang)
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU Desa.
Suprapto, Eko. (2021). Partisipasi Masyarakat dan Penguatan Peran BPD dalam Tata Kelola
Pemerintahan Desa. Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Siregar, D. (2020). Pembangunan Desa Partisipatif: Analisis Bottom-Up Planning di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemerintah Desa Sukamekarsari. (2024). Realisasi Anggaran Dana Desa Tahun 2024 Dalam Pembelian Mesin Hand Traktor.