foto : Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dr. Budi Mulyanto, Ibu dr. Nining Kabid P2P, Rohmat Subkor P3M Dedi Subkor Yankes.
Lebak – Ramainya pemberitaan terkait warga yang digigit ular hingga meninggal dunia dan diduga adanya keterlambatan dalam penanganan oleh Puskesmas Leuwidamar di bantah oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Kamis (6/3/2025). Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebak dr. Budi Mulyanto menyampaikan bahwa pihak Puskesmas Leuwidamar sudah melakukan Standar Opersional (SOP) dengan benar sesuai aturan yang ada tentang penanganan pasien gigitan ular.
“Saya juga sudah mendapatkan laporannya baik secara mekanisme maupun secara lisan. Tapi intinya gini, apakah ada kita pihak Kesehatan ingin dengan sengaja mencelakakan pasien tentu itu tidak mungkin dan tidak akan pernah ada. Puskesmas tentunya selalu memberikan yang terbaik untuk melayani pasien sesuai dengan SOP,”kata dr. Budi Mulyanto di Aula Dinas Kesehatan Lebak.
Lanjut dr. Budi menjelaskan bahwa sejak tahun 2022 terkait penanganan untuk gigitan ular ada perubahan SOP dalam penanganannya, yang mana dahulu setiap kasus gigitan ular itu harus selalu diberikan anti bisa ular, namun setelah adanya penelitian terbaru hanya kasus-kasus gigitan ular berbisa dan bisanya sudah ke sistemik tubuh baru dilakukan penyuntikan anti bisa ular.
“Ketika dalam pemberitaan itu harus menunggu 20 menit itu memang benar, jadi salah satu cara untuk memeriksa apakah ini masih lokal atau sistemik adalah dengan pemeriksa ada namanya WPCT 20 diambil darahnya dibiarkan selama 20 menit membeku atau tidak membeku, itu nanti terlihat ciri ciri terjadinya epek lokal atau epek sistemik dari gititan ular tersebut, jadi benar menunggu 20 menit karena menunggu hasil dari pemeriksaan,”kata dr. Budi.
“Kemudian setelah 20 menit kita konsultasikan kepada Kementrian Kesehatan ada dokternya yang khusus ini harus seperti apa, observasi lagi, setelah di cek lagi ternyata dari hasilnya ini sitemik harus dikasih anti bisa ular. Kebetulan waktu itu stok di Puskesmas Lewidamar kosong, karena gak ada dan ketika waktu itu akan dirujuk pasien meninggal. Kita tentunya bukan memperlambat tapi memang SOP nya seperti itu,”kata dr. Budi menjelaskan penanganannya.
Kata dr. Budi terkait peristiwa pasien gigitan ular itu pihaknya juga memiliki bukti rekaman konsultasi dari pasien datang hingga perintah rujukan.
“Kita juga memiliki bukti otentik bukan katanya. Jadi dari pasien dateng hingga perintah rujukan kita ada buktinya,” katanya.
Rohmat selaku Subkor P3M Dinkes Lebak menambahkan bahwa untuk gigitan ular tersebut kita di Indonesia ini ada kurang lebih 370 hingga 350 insulan dan 77 di antaranya adalah ular berbisa salah satunya ular tanah.
“Diluar pada itu kita tidak tahu yang ada di kita itu seperti apa, karena di kita ada 77. Dan untuk anti bisa ular pun ini tidak semuanya bisa digunakan oleh anti bisa ular yang di produksi oleh bioparma atau biosep, karena untuk bisa ular ini hanya tiga jenis ular saja yang bisa di obati dengan anti bisa ular biosep ini selebihnya itu tidak bisa,”kata Rohmat.
Lanjut, sebagai catatan bagi kita semua, kata Rohmat, untuk pengobatan gigitan ular itu memang ada SOP terbaru. Jadi, tidak semua gigitan ular itu harus mendapatkan Anti Bisa Ular jika salah penanganan itu bahkan akan mengakibatkan patal karena berbeda ularnya.
“Untuk penanganan gigitan ular yang pertama adalah yang paling penting pada saat digigit ular, itu melakukan namanya imobilisasi (berarti kita tidak bergerak) biasanya di masyarakat kita karena mungkin panik itu biasanya setelah di gigit ular langsung lari, nah inilah biasanya mengkibatkan penyebaran si bisa ular makin cepat menyabar, dan kita pun Puskesmas biasanya mengidentifikasi digigit ular itu ular apa, tapi yang tidak bisa di identifikasi makanya untuk tahapan penganan adalah pemeriksaan untuk darahnya dulu, setelah itu akan di konsulkan, maka teman-teman Puskesmas pun mulai dari datang itu berkonsultasi juga dengan kementrian kesehatan,”katanya.
Kata Rohmat diketahui menurut data yang ada di Lebak kasus gigitan ular ini cukup tinggi, dari tahun 2022 kasus gigitan ular ada 713 yang mendapatkan anti bisa ular itu 625, artinya apa, hampir semua gigitan ular itu mendapatkan anti bisa ular. Padahal, jika dilihat dari jenis ular itu akan berbeda penanganan pun akan berbeda.
“Nah ditahun 2023 SOP kita terapkan, makanya ditahun 2023 jumlah gigitan ular itu sebanyak 629, tetapi setelah SOP terbaru hanya 303 saja yang mendapatkan anti bisa ular. Karena, identifikasi jenis ularnya, kemudian boleh mendapatkan penanganan lebih lanjutnya. Dan di tahun 2024 jumlah kasus kita kemarin meningkat menjadi 844 dan yang hanya mendapatkan anti bisa ular itu hanya 187,”ujarnya.
Kata Rohmat paling banyak yang terjadi kasus gigitan ular itu ada di daerah Cipanas, Curugbitung, Gunung Kencana itu tinggi.
Sementara itu, dr. Nining Kabid P2P Dinkes Lebak mengatakan meskipun anti bisa itu terbatas, tetap pihak Kesehatan akan melakukan antisipasi darurat.
“Kita sesuai konsultan di Kemenkes jika di Puskesmas itu tidak ada Anti Bisa Ular biasanya rujuk ke RSUD Adjidarmo. Kita pun meskipun APBD itu tidak ada, kita tidak diam dan kita tetap berusaha untuk mencari Anti Bisa seperti kita minta ke Provinsi walaupun yang kita dapat tidak sesuai dengan permintaan, misalnya kita minta 50 Anti bisa ular dan kita cuma mendapatkan 2 kadang 3 kita tetap ambil karena memang ada masyarakat yang butuh, memang begitu keadaanya,” katanya.
Kemudian, tahun 2024 awal hingga pada Bulan Juli itu malah tidak ada Produksi di Bioparmanya.
“Waktu itu RSUD Adjidarmo mau membelipun tidak ada barangnya memang tidak ada produksi hingga 6 bulan,”kata dr. Nining.
Lanjut dr. Nining, untuk itu, jika ada lagi yang terjadi gigitan ular penanganan pertamanya yaitu tidak boleh bergerak dan pasang sepalek.
“Makanya di Puskesmas itu ketika dipasang Spalek bukan berarti tidak ditangani karena gak dapet obat atau gak ada anti bisa itu tuh padahal salah satu penanganannya dipasang sepalek, tujuannya supaya si racunnya tidak menyebar, jadi Puskesmas itu sudah pasang sepalek, sudah pasang infus meskipun tidak ada Abu misalnya itu adalah salah satu penanganannya. Kemudian nanti kalau hasil 20WBCT nya ternyata menggumpal dan diulang masih menggumpal berarti pasien itu tidak perlu mendapatkan Abu, karena dia pase Lokal, cuman ditempat gigitan saja,”katanya.
Untuk itu, pihaknya menyarankan agar masyarakat tetap waspada ketika akan berkebun ataupun melakukan kegiatan di lokasi-lokasi rawan ular.
“Kami berharap masyarakat tetap waspada dengan cara menggunakan sepatu bot dan lain sebagainya, itu sebagai bentuk antisipasi mecegah dari gigitan ular. Namun, jika memang masih saja terjadi gigitan ular, jangan segera bergerak diamkan terlebih dahulu dan pas titik gigitannya di ikat kemudian meminta pertolongan pertama kepada warga yang lainnya yang ada di sekitar. Terdiam saat digigit ular itu untuk mencegah racun itu menyebar luas, setelah pertolongan itu ada segera di bawa ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutanya,”harapnya.
Meskipun begitu, terakhir dr. Budi Plt Kepala Dinas Kesehatan menambahkan, bahwa pihaknya akan terus melakukan evaluasi kepada semua Puskesmas untuk terus mensosialisasikan pertolongan pertama saat terjadinya gigitan ular.
“Kita akan selalu evaluasi dan harapannya setiap kejadian apapun sampaikan langsung ke Dinas Kesehatan. Kemudian, kita tentu selalu ingin dan akan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,”katanya.
Ditahui, dalam konprensi pers di Aula Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dihadiri yakni Plt. Kepala Dinas Kesehatan Lebak Ibu dr. Nining Kabid P2P, Rohmat Subkor P3M Dedi Subkor Yankes. Ketua Forum Wartawan Solid Aji Rosyad dan jajaran pengurus inti FWS serta dari berbagai media online di Provinsi Banten Kabupaten Lebak. (*Ar)