Dalam era desentralisasi dan pembangunan berbasis kearifan lokal, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) hadir sebagai salah satu instrumen strategis untuk menggerakkan roda perekonomian desa. Keberadaan BUMDes memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada Pasal 87 sampai Pasal 90, yang memberikan desa kewenangan untuk mendirikan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari desa dan dikelola secara kolektif untuk kesejahteraan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa menegaskan bahwa BUMDes memiliki kedudukan sebagai badan hukum yang didirikan oleh desa dan terdaftar secara resmi melalui Kementerian Hukum dan HAM. Dengan adanya pengakuan badan hukum ini, BUMDes dapat menjalin kerja sama bisnis, mengakses permodalan, dan menjalankan kegiatan usaha secara profesional. Namun, meskipun sudah lebih dari satu dekade kebijakan ini bergulir, banyak tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan BUMDes. Di antaranya adalah rendahnya kapasitas manajerial pengelola, minimnya modal usaha, belum maksimalnya pendampingan, serta kurangnya partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu menyadari bahwa BUMDes adalah milik bersama yang harus dijaga, dikawal, dan didukung secara aktif.
Masyarakat memiliki peran penting dalam memastikan keberhasilan BUMDes. Partisipasi aktif tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai pengawas, mitra usaha, bahkan investor, harus terus ditumbuhkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan serta pelaporan kegiatan BUMDes menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik. Selain itu, kolaborasi antara BUMDes dengan sektor swasta, koperasi, BUMN, hingga perguruan tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan kompetensi pengelola dan memperluas jejaring usaha. Di era digital, BUMDes juga harus mampu memanfaatkan teknologi untuk pemasaran produk lokal, efisiensi layanan, dan memperluas akses pasar.
Disampin itu pengawasan terhadap pengelolaan BUMDes juga harus diperkuat. Kasus penyalahgunaan dana, konflik kepentingan, atau intervensi politik lokal yang merusak citra BUMDes harus segera ditindak melalui mekanisme hukum yang tegas.
Secara keseluruhan, BUMDes adalah simbol kemandirian dan kekuatan ekonomi desa. Dengan landasan hukum yang kuat dan dukungan dari masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha, BUMDes dapat tumbuh menjadi pilar penting dalam mewujudkan desa yang mandiri, sejahtera, dan berdaya saing. Ke depan, keberhasilan BUMDes bukan hanya menjadi pencapaian desa, tetapi juga pencapaian bangsa dalam membangun dari pinggiran.
Studi Kasus: BUMDes Tirta Mandiri, Desa Ponggok – Klaten. Desa Ponggok di Klaten, Jawa Tengah, berhasil memanfaatkan potensi lokal berupa mata air Umbul Ponggok melalui pendirian BUMDes Tirta Mandiri pada tahun 2009. Sebelum BUMDes berdiri, potensi wisata tersebut belum dikelola secara maksimal dan masyarakat belum merasakan dampak ekonomi langsung. Melalui strategi pengelolaan profesional, kerja sama dengan sektor swasta, dan partisipasi masyarakat, BUMDes mengubah Umbul Ponggok menjadi destinasi wisata air yang populer. BUMDes ini mengelola berbagai unit usaha seperti penyewaan alat snorkeling, penginapan, budidaya ikan, serta mendukung UMKM lokal. Keberhasilan ini membawa peningkatan Pendapatan Asli Desa (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ekonomi masyarakat. Hingga tahun 2018, BUMDes Tirta Mandiri mampu meraih pendapatan hingga Rp 14 miliar per tahun.
Kesimpulan
Keberhasilan Ponggok menunjukkan bahwa BUMDes dapat menjadi motor penggerak pembangunan desa jika dikelola dengan inovatif, transparan, dan melibatkan masyarakat secara aktif.
Penulis
1. Sunaiyah (Mahasiswi)
2. Angga Rosidin (Dosen Pembimbing)
3. Zakaria Habib Al-Ra’zie (Kaprodi)
Program Studi Administrasi Negara Universitas Pamulang Kampus Serang
Referensi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2021). Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan, Pemeringkatan, Pembinaan, dan Pengembangan Badan Usaha Milik Desa dan Badan Usaha Milik Desa Bersama. Jakarta: Kemendesa PDTT. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7. Jakarta: Sekretariat Negara. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id
Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 25. Jakarta: Sekretariat Negara. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id
Tim Empat Menteri (Menteri Desa PDTT, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM). (2021). Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Tata Cara Pendirian dan Penetapan Badan Hukum Badan Usaha Milik Desa. Jakarta.