Lebak – Menyikapi ramainya pemberitaan terkait sorotan kebijakan Bank Bjb memberikan dana CSR untuk pengecetan tembok Pasar Rangkasbitung (Proyek Mural) hingga menelan Rp 50 Juta rupiah yang saat ini disoroti berbagai aktivis kelembagaan di Kabupaten Lebak, kini di soroti anggota DPRD Kabupaten Lebak Perri Purnama. Menurutnya, seharusnya kebijakan Bank Bjb memberikan anggaran CSR puluhan juta tersebut untuk hal yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
“Coba kita kaji sekarang, apa sih makna dari CSR ? bukahkah tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitar, dan itu seharusnya meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat. Yang Menjadi pertanyaan, apakah pengecetan tembok yang menelan Rp 50 juta bermanfaat bagi masyarakat dan apakah sudah sesuai atau belum dengan penggunaan CSR. Intinya, seharusnya lebih kepada pro sosial,”tegas Perri Purnama anggota DPRD Kabupaten Lebak pada awak media, Rabu (27/9/2023).
Menurut Politisi Partai Nasdem ini menegaskan, alangkah baiknya jika alokasi anggaran dana CSR lebih kepada perioritas atau yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat sekitar atau warga yang kurang mampu.
“Karena masih banyak sarana prasarana olah raga yang belum layak. Masih banyak madrasah madrasah yang masih jauh dari kata bagus, bahkan tidak sedikit yang masih berdinding bilik bambu yang sudah pada rusak yang belum tercover oleh pemerintah daerah atu lembaga lain yang berkopeten. Saya lebih setuju CSR ini di alokasikan untuk hal hal yang lebih bermanfaat, seperti yang konsen dibidang kesehatan dan pendidikan maupun olahraga raga. Sehingga pembangunan manusia seutuhnya itu dapat tercapai khususnya bagi masyarakat di kabupaten Lebak dana CSR dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar,”ujar Perri.
Lanjut Perri mengatakan, jangan sampai bantuan anggaran CSR tersebut digunakan hanya untuk pengiklanan Bank Bjb di tembok tersebut, namun menghilangkan tanggung jawab atau menyelewengkan kewajiban CSR yang sebenarnya.
“Jadi jangan sampai CSR yang seharusnya untuk sosial, untuk kebermanfaatan warga di lingkungan sekitar, malah dijadikan ajang hanya untuk iklan doang yang tidak sama sekali dirasakan masyarakat, itu yang sangat keliru dan jangan sampai terjadi. Karena, itu akan menghapus nilai nilai tanggung jawab CSR tersebut,”tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Pemerhati Pembangunan Banten (HPPB) Nofi Agustina sangat menyangkan terhadap kebijakan Bank Bjb dalam memberikan dana CSR kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan hanya untuk mengecet tembok Pasar Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten (Proyek Mural) hingga menelan anggaran Rp 50 Juta.
“Padahal masyarakat masih banyak yang membutuhkan untuk bertahan hidup, seperti permodalan untuk dagang, dan lain sebagainya. Tentu kami sangat miris, kenapa lagi lagi pihak Bjb tidak bijak dan tidak lebih mementingkan kesejahteraan masyarakat. Malah memberikan CSR untuk mengecat tembok Pasar hingga menelan Rp 50 juta rupiah. Ironya lagi, tembok yang di cat itu jika malam terhalang pula oleh para pedagang. Lantas apa dampak terhadap kesejahteran masayrakat,”tegas Nofi, Selasa (26/9/2023).
Nofi juga menyingung kebijakan Bank Bjb yang memberikan CSR dinilai terkesan hanya memenuhi apa yang menjadi obrolan pihak-pihak terkait. Salah satunya, anggaran pembelanjaan lampu air mancur yang juga dinilai tidak dapat dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat. Mirisnya, anggaran CSR yang digelontorkan tersebut kurang lebih hingga menelan Rp 700 juta, namun lampu air mancur tersebut belakangan ini tidak menyala.
“Ada apa dengan Bank Bjb, saya minta pihak terkait untuk mengevaluasi menyeluruh, dan kaji kebijakannya yang tidak mementingkan kesekahteraan dan dampak baik terhadap masyarakat itu. Apa dampaknya cet tembok pasar dan lampu air mancur itu,”tegas Nofi.
Nofi Agustina salah satu aktivis perempuan di Banten ini menjelaskan, bahwa Program atau kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) itu di dasari dengan gagasan untuk mendorong perusahaan bertindak prososial.
“Artinya, perusahaan tersebut tidak hanya memikirkan keuntungan perusahaan itu sendiri. Untuk itu, melalui CSR, perusahaan dapat memberikan kebermanfaatan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 3,”jelasnya.
Dalam Pasal di atas, lanjut Nofi menjelaskan, bahwa CSR tersebut adalah salah satu komitmen perusahaan yang
bertanggung jawab secara sosial kepada pemangku kepentingan dan juga masyarakat sebagai bentuk perhatian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan memberikan dampak positif bagi lingkungan.
“Kemudian, kita kaji dan fikirkan secara akal sehat, pengecetan tembok itu apa dampak positifnya kepada masyarakat sekitar, dan apa yang dirasakan masyarakat atau dampaknya dari air mancur tersebut,”tandas Nofi.
Nofi juga mengaku dalam waktu dekat akan membuat kajian khusus untuk membuat pelaporan terkait kebijakan Bank Bjb yang dinilai tidak mementingkan dampak sosial khususnya kebermanfaatan bagi masyarakat.
“Saya rasa proyek pengecetan dan pembelanjaan lampu air mancur balong tidak dirasakan oleh masyarakat. Konyol nya lagi, lampunya mati. Untuk itu, kami akan segera memberikan surat laporan bai kepada Bjb Pusat maupun ke APH agar dilakukan penyelidikan terkait penggunaannya,”tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Dinas Indag Lebak Yani ketika dikonfirmasi soal anggaran proyek Mural tersebut membenarkan bahwa proyek Mural atau pengecetan tembok tersebut di anggarkan Rp 50 juta rupiah.
“Walaikum, mangga, anggaran pembuatan Mural dan Plang nama pasar pada dinding pagar pasar Rangkasbitung diperoleh dari bantuan bank bjb sebesar Rp 50 juta, yang mengerjakan CV. Mulya Karya,”katanya.
Kata ia, bantuan Mural tersebut dananya dari Bank BJB ke Pemda Lebak melalui Disperindag.
“Selanjutnya Disperindag menunjuk CV. Mulya Karya sebagai pelaksana pembuatan Mural pada dinding pagar pasar Rangkasbitung,”kata Yani. (*Red)