Jakarta-Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengajak Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi untuk bersama-sama melakukan pembumian Pancasila di Bumi Melayu. Hal ini terwujud dalam Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Bimbingan Teknis Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Jambi dengan tema “Penerapan Ideologi Pancasila Dalam Tata Kelola Pemerintahan”, yang dilaksanakan pada hari Kamis (26/01/2023), di Jakarta.
Hadir dalam rangkaian kegiatan antara lain Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, Wakil Kepala BPIP Karjono, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan, Prakoso, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Antonius Benny Susetyo, dan Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala, serta para pejabat tinggi pratama di lingkungan BPIP, beserta dengan Ketua DPRD Jambi Edi Purwanto, dan jajaran anggota DPRD Jambi.
Memasuki sesi paparan dan diskusi, Benny, sapaan akrab Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah tersebut, membawakan paparan dengan tema Pancasila dalam Tindakan.
“Pancasila adalah perjanjian luhur yang tidak bisa dibatalkan. Janji para founding fathers untuk merdeka untuk semua mendapat tempat yang sama, maka seharusnya tidak ada diskriminasi,” katanya.
Pakar komunikasi politik itu juga menyatakan bahwa Pancasila seyogyanya sudah ada dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
“Saat pandemi, misalnya, orang saling membantu; gotong royong, rasa persaudaraan, tolong menolong, itu sudah jadi kebiasaan masyarakat kita.”
Menurut Benny, hal yang perlu disayangkan adalah kurang adanya narasi tentang nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya sudah ada dalam kehidupan berbangsa Indonesia.
“Yang muncul malah narasi bahwa Pancasila itu sudah ketinggalan zaman, sudah tidak kontekstual lagi, padahal, dari satu contoh saja, terbukti, Pancasila ada dan menjadi habit (kebiasaan) bangsa Indonesia tanpa diminta ataupun disuruh,” jelasnya.
Dalam aspek pengamalan Pancasila, salah satu pendiri Setarra Institute ini menyatakan bahwa Pancasila tercermin dalam bukti pengamalan dan aktualisasinya.
“Nilai dasar, Pancasila dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, kemudian dituangkan kepada instrumen seperti peraturan perundang-undangan, yang kemudian dijalankan. Itu pengamalan nilai Pancasila di ruang publik,” tuturnya.
“Pancasila harus menjadi prinsip dasar kita, sehingga menjadi kepatuhan, dan kemudian menjadi keutamaan dan kebiasaan, sehingga Pancasila dilaksanakan secara konsekuen karena kesadaran dari diri sendiri. Jika itu tidak terjadi, Pancasila hanya sekedar menjadi slogan,” tutupnya.
Darmansjah, di lain pihak, membawakan paparan dengan tema Pancasila: Historisitas, Konseptualitas, Aktualitas, menyatakan bahwa seyogyanya, seluruh masyarakat Indonesia harus mengenal Pancasila lewat sejarah, untuk dapat mengerti dan mengenal Pancasila.
Sebagai contoh, Pancasila lahir dari satu rangkaian yang dimulai dari pembentukan Boedi Oetomo.
“Itu adalah satu rangkaian yang tidak bisa dipecah atau dipisah-pisahkan, yang seharusnya diketahui dan dimengerti seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Duta Besar ke-19 Indonesia untuk Austria tersebut menjabarkan bahwa dalam sejarahnya, Pancasila dimusyawarahkan dan disetujui oleh semua perwakilan bangsa Indonesia.
“Dari kaum nasionalis dan kaum agama, mereka semua berkumpul dan menyetujui Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Itu harus diketahui dan diajarkan kepada masyarakat,” imbuhnya.
Dia pun menyatakan bahwa Pancasila terbukti menyatukan Indonesia secara utuh.
“Negara lain banyak yang bubar atau hancur, atau perang saudara, seperti Suriah; kita (Indonesia) tetap utuh, walau banyak tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini adalah fakta yang harusnya membuat kita bangga dan bersyukur sebagai bangsa Indonesia,” serunya.
(*Mam&Red)