Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah berupaya berusaha mengintegrasikan teknologi informasi (TI) ke dalam sistem administrasi publik untuk menciptakan pemerintahan yang lebih cepat, transparan, dan akuntabel. Berbagai layanan daring seperti e-KTP, e-SPT, SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik), serta aplikasi pelayanan publik berbasis mobile merupakan contoh nyata pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan kinerja birokrasi.
Meskipun demikian, implementasi teknologi informasi di sektor administrasi publik tidak selalu berjalan lancar. Di satu sisi, penggunaan TI telah memberikan banyak manfaat. Proses administrasi yang sebelumnya memerlukan waktu berhari-hari kini dapat diselesaikan dalam hitungan menit secara daring. Teknologi juga membantu mengurangi peluang praktik korupsi, karena jejak transaksi digital dapat dengan mudah dipantau dan ditelusuri. Selain itu, masyarakat kini menikmati akses yang lebih luas dan mudah untuk mendapatkan layanan tanpa harus datang langsung ke kantor pemeritahan.
Di sisi lain, menunjukan bahwa tantangan besar masih mengancam keberhasilan implementasi teknologi informasi. Seperti ketimpangan infrastruktur digital antara kota dan desa, rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat, hingga kurangnya kapasitas aparatur dalam mengelola sistem teknologi merupakan hambatan yang serius. Seringkali, aplikasi pemerintah mengalami error, tidak saling terintegrasi antar intansi, atau bahkan tidak digunakan sama sekali karena tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Kondisi ini menunjukan bahwa penerapan teknologi informasi belum mencapai efektivitas dan keberlanjutan yang diharapkan.
Penting untuk diingat teknologi hanyalah sebuah alat. Keberhasilan penggunaannya sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia, perencanaan yang matang, dan budaya birokrasi yang adaptif. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat pelatihan bagi aparatur, meningkatkan kualitas sistem yang ada, serta melibatkan masyarakat dalam evaluasi layanan digital secara berkala.
Di masa depan, evaluasi implemetasi teknologi informasi harus menjadi bagian dari proses perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Pemerintah perlu menciptakan ruang partisipasi publik dan mengembangkan sistem yang fleksibel, terbuka, serta berfokus pada kebutuhan masyarakat. Dengan langkah ini, teknologi tidak hanya akan menjadi simbol kemajuan, tetapi juga berfungsi sebagai penggerak reformasi administrasi di Indonesia.
Kesimpulan
Teknologi informasi telah membawa perubahan siginifikan dalam tata kelola administrasi publik di Indonesia. Namun, agar keberhasilannya dapat benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, evaluasi yang kritis terhadap implementasinya harus dilakukan secara terus-menerus. Teknologi hanya akan menjadi sebuah formalitas tanpa makna jika tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas serta sistem yang responsif.
Penulis
- Khumairoh Annisa Putri (Mahasiswa)
- Angga Rosidin (Dosen Pembimbing)
- Zakaria Habib Al-Ra’zie (Kaprodi)
(Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pamulang Kampus Serang)
Referensi
BPS (2024). Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia.
Kementrian PANRB. (2023). Laporan Evaluasi SPBE Nasional.
Kominfo. (2023). Strategi Nasional Transparansi Digital Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Ktebukaan Informasi Publik.