Lebak – Kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Lebak mendesak agar aparat penegak hukum segera mengamankan semua pelaku pertambangan batu bara diduga ilegal di Desa Mekarmanik, Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, Banten. Menurut mereka, selain diduga aktivitas tersebut belum mengantongi ijin resmi dari pemerintah, juga dinilai menganggu ketertiban umum dan dikhawtirkan merusak lingkungan.
Fatur Kader GMNI Lebak menegaskan bahwa tambang Batu Bara di wilayah tersebut patut dipertanyakan seperti surat izin pertambangan tipe A. Menurutnya, seharusnya pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Lebak harus serius dan segera menyikapi persoalan tambang ilegal yang marak dikabupaten Lebak yang sangat merugikan masyarakat.
” Saya sangat menyayangkan terhadap Pemerintah Kabupaten Lebak, padahal ini sudah jelas jelas pertambangan ilegal tetapi sampai saat ini pihak terkait seakan akan acuh dan tutup mata. Ini kan jelas bahwa pertambangan itu di atur dalam UU Nomor 3 Tahun 2021 atas perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 pada Pasal 35 Ayat 1 dan 4. Sebagaimana Pertambangan ini harus berdasarkan perizinan berusaha dari pusat yang di delegasikan ke pihak Provinsi Banten, tetapi fakta dilapangan ini sama sekali pertambangan tidak mengantongi izin, “tegas Fatur Rizal, Selasa (19/12/2023).
Lanjut Fatur, persoalan tambang ilegal yang marak di Kabupaten Lebak padahal sering diaspirasikan oleh kawan-kawan mahasiswa khususnya GMNI dan bahkan hingga malakukan aksi demontrasi. Akan tetapi, hingga saat ini, kata ia, masih saja belum ada tanggapan serius dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak.
” Padahal kami beberapa kali aspirasikan kepada Pemda Lebak dan juga DPRD Lebak untuk segera melakukan penutupan tambang ilegal yang berada di Kecamatan Bojongmanik, tapi kenyataannya hingga hari ini Pemda Lebak dan juga DPRD sama sekali Acuh terhadap aspirasi kami,”ujarnya.
Fatur menjelaskan, dalam UU Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Pasal 35 Ayat 1 dan 4 bahwa, seharunya usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat yang didelegasikan kewenangannya kepada pemerintah daerah provinsi.
Lanjut Fatur menerangkan, kemudian pada Pasal 158 UU tersebut disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
” Jika tidak ada tindakan khusus dari Pemda Lebak, maka saya dan Kawan kawan yang lain akan membawa kasus ini kepada pihak hukum, karna jelas tambang ilegal sudah masuk kepada ranah Hukum,”tandasnya. (*Red)