Foto : Jembatan Penghubung Natara Desa Pasir Nayagatai ke Desa Pasir Eurih. Dok : Tim Media Patner Jurnlaklik.com
Lebak – Jambatan adalah akses vital bagi masyarakat khususnya di Pelosok Desa untuk segala bentuk sarana penunjang dalam segala aspek kehidupan sehari-hari warga.
Seperti untuk akses untuk mencari Nafkah, Pendidikan, akases untuk mencari kehidupan, sarana ekonomi dan lain sebagainya.
Namun, terkadang sarana yang vital seperti jembatan penghubung antara Kampung Kaungkembang, Desa Nayagati, Kecamatan Leuwidamar.
Ke Kampung Pasir Eriuh, Desa Pasir Eriuh Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tersebut, luput dari perhatian pemerintah.
Jembatan yang panjangnya kurang Lebih 20 Meter dengan ketinggian15 Meter tersebut kini hanya di tilam oleh batang kelapa yang sudah rapuh, itupun upaya dari gotong royong warga sekitar, agar sementara dapat di lalui oleh warga.
Meski begitu, tidak sedikit warga yang mengeluh, mengaku khawatir dengan kondisi jembatan yang rapuh tersebut, kedepan menimbulkan korban kecelaan dan bahkan korban jiwa.
“Ntah, siapa yang punya tanggung jawab. Seharusnya pemegang anggaran hasil dari keringat rakyat dapat di rasakan kembali oleh rakyat. Kami masyarakat tidak meminta lebih, hanya ingin akses yang memadai untuk kehidupan kami,”ungkap seorang warga yang sedang melintas yang enggan disebutkan namanya. Jurnalklik.com Edisi Minggu 27 Juli 2025.
Satu Tahun lebih ribuan warga yang silih berganti melakukan aktivitas kehidupannya, namun ketika akan melintasi jembatan tersebut terpaksa harus menerima keresehan, gelisah dan penuh kekhawatiran takut mengalami kecelakaan.
“Jembatan ini adalah penghubung utama menuju pasar, sekolah, kebun, dan layanan kesehatan. Namun yang warga terima dari pemerintah selama ini hanyalah janji kosong dan pengukuran tanpa pembangunan,”kata warga.
“Sudah berkali-kali petugas datang membawa alat ukur, foto-foto, tanya-tanya. Tapi setelah itu, hilang. Tidak ada alat berat datang, tidak ada material, tidak ada progres. Pak Bupati Hasbi kami ini rakyatmu tolong perhatikan kami dengan adil,”ungkap Samad, warga RT 02 mengungkapkan kekesalan yang terus dipenuhi janji manis tanpa realita.
Kata Samad, saat musim hujan, jembatan tersebut licin dan berisiko ambrol. Warga, termasuk anak-anak sekolah dan lansia, mempertaruhkan nyawanya setiap kali harus melintasinya.
“Sampai kapan kami harus terus mengalami keresahan ini, apa harus sampa ada korban jiwa baru dianggap darurat,”tegas Samad.
Siti, seorang ibu dua anak itu juga mengungkapkan keresahannya. Ia mengaku warga disekitarnya tidak diperlakukan dengan adil terkait akses jalan tersebut.
“Kami capek dijanjikan. Dulu katanya tahun ini dibangun, eh ternyata cuma diukur-ukur doang. Kalau terus dibiarkan, ini bukan cuma jembatan yang ambruk—kepercayaan kami ke pemerintah juga ikut runtuh,”katanya.
Warga menduga, Desa Nayagati dan di wilayah pelosok seperti di Leuwidamar tidak dianggap penting karena jauh dari Pusat kekuasaan. Padahal kebutuhan warga desa justru mendesak dibanding daerah kota.
“Tolong jangan cuma turun ke lapangan saat musim kampanye. Lihat kondisi kami hari ini, Jika jembatan ini ada di pusat kota, pasti sudah lama dibangun. Tapi karena ini di Leuwidamar, Nayagati, kami cuma jadi penonton pembangunan,”tegas seorang tokoh pemuda setempat.
Masyarakat kini tidak ingin lagi diberi harapan kosong. Mereka menuntut tindakan nyata dari Bupati Lebak, H. Hasbi Jayabaya agar segera membangun Jembatan Kawungkembang sebelum ada korban jiwa.
Warga Nayagati tidak menuntut kemewahan, mereka hanya ingin keadilan. Sebab jika suara mereka dibutuhkan saat pemilu, maka sudah sepantasnya keselamatan mereka juga diperjuangkan sepanjang waktu.
“Jika tidak ada perbaikan, yang rusak bukan hanya jembatan, tapi juga harkat dan harga diri pemerintah di mata rakyat kecil,”tandasnya. (*/Aji/ Red)