Foto : Skrenshot tim saat menelusuri aktivitas tambang batu bara dan dugaan suplay aliran listri ke lokasi. Dok : Tim Khusus Jurnalklik.com dan media patner.
Lebak – Dibalik rimbunnya kawasan hutan di Lebak Selatan, Provinsi Banten, sebuah operasi tambang batu bara ilegal berlangsung secara masif di Kampung Cibobos, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak. Jurnalklik.com, Edisi Sabtu 26 Juli 2025.
Meski dilakukan secara tradisional, aktivitas tambang ini tetap berjalan lancar tanpa hambatan dari aparat maupun pejabat kehutanan.
Setiap hari, puluhan penambang lokal menggali tanah dengan cangkul dan linggis, kemudian memuat batu bara ke dalam karung. Karung-karung itu lalu diangkut ke pinggir jalan menggunakan motor rakitan, untuk kemudian dipindahkan ke truk-truk pengangkut berkapasitas besar.
Menggali di Atas Tanah Negara
Lokasi tambang berada di kawasan Blok Cepak Pasar, Jati, hingga Pamandian, yang masuk dalam wilayah hutan produksi yang diyakini kuat milik Perhutani.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, tidak ditemukan papan informasi izin usaha atau plang pertambangan resmi. Ini menandakan bahwa kegiatan tersebut berlangsung tanpa dasar hukum yang sah.
“Warga di sini kerja ikut gali karena nggak ada pilihan lain. Tapi jalan makin rusak, debu banyak, anak-anak jadi sering sakit,” ungkap salah satu warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Truk Bos Masuk Malam Hari, Batu Bara Langsung ke Stockpile
Aktivitas pengangkutan batu bara dilakukan pada sore hingga malam hari untuk menghindari sorotan publik. Yang menarik, truk-truk pengangkut bukan kendaraan sembarangan. Sebagian besar truk yang masuk merupakan milik pribadi para pemodal—para bos tambang—yang juga memiliki stockpile (tempat penampungan dan penyimpanan batu bara) di luar kawasan hutan.
Salah satunya adalah truk dan stockpile milik seorang bos yang dikenal luas dengan inisial Ri. Ia disebut-sebut sebagai salah satu pemain besar yang mengendalikan jalur distribusi batu bara dari kawasan Cibobos dan sekitarnya.
“Truk-truk itu nggak ngetem di jalan umum. Begitu diisi dari motor karungan, langsung jalan ke tempat penimbunan. Salah satu yang paling aktif ya punya Ri,” ungkap sumber terpercaya di lapangan.
Hal ini memperjelas bahwa aktivitas tambang di Cibobos telah terkoneksi dengan rantai distribusi yang rapih, dimulai dari penggali tradisional hingga para pemilik modal yang menyuplai ke pembeli besar.
Korlap dan Struktur Kendali di Balik Operasi
Dari hasil penelusuran, kegiatan tambang ilegal ini dikoordinir oleh sejumlah “korlap” atau koordinator lapangan. Nama-nama seperti inisial Uw dan CP kerap disebut sebagai pengendali kegiatan harian. Mereka menjadi penghubung antara para penambang dan para pemilik modal.
Salah satu pemodal besar disebut-sebut berinisial “S”, yang telah lama dikenal mengelola beberapa titik tambang di wilayah selatan Lebak.
“Sistemnya rapih, nggak sembarang orang bisa masuk. Bahkan warga lokal kadang cuma bisa kerja borongan,” kata narasumber lain.
Perhutani dan APH Bungkam
Meski aktivitas tambang berlangsung di atas lahan negara, hingga kini tidak ada tindakan tegas dari pihak Perhutani selaku pengelola hutan maupun aparat penegak hukum (APH) di wilayah tersebut.
Namun, keduanya memilih diam. Hal itupun membuat kecurigaan publik, aktivis juga dari Lembaga Swadaya masyarakat yang juga sering menyuarakan tambang ilegal pengrusak lahan negara itu.
Tapi, mirisnya, suara fakta itu, seolah menjadi pendengaran lintas semata, besar dugaan kuat, aktivits menyebut, karena adanya kontrubusi yang mengalir secara diam-diam.
Selain itu, beberapa warga menyebut kondisi ini telah berlangsung cukup lama dan seakan mendapat pembiaran.
“Kalau masyarakat biasa yang ngambil kayu, langsung ditindak. Tapi yang ini malah dibiarkan,”ungkap seorang Tokoh.
Ruang bagi pelaku tambang untuk terus beroperasi tanpa takut akan konsekuensi hukum. Padahal, tambang ilegal termasuk tindak pidana yang diatur dalam UU Minerba dan UU Kehutanan.
Uang Masuk Para Oknum Kaya Raya, Negara Kecurian Pajak
Dari pantauan lapangan, diperkirakan setiap hari keluar 15 hingga 20 rit batu bara. Jika setiap rit memuat sekitar 8 ton, maka potensi produksi per hari bisa mencapai 160 ton. Dengan harga batu bara lokal rata-rata Rp600.000 per ton, maka dalam satu bulan perputaran uang bisa menyentuh Rp2,8 miliar, tanpa satu rupiah pun disetorkan ke kas negara.
Tidak ada pajak. Tidak ada retribusi. Tidak ada reklamasi. Negara dirugikan, warga sekitar terdampak. Lahan Perhuntani Rusak, Pontensi Bencana Besar Menanti.
Itulah Fakta yang hingga saat ini, aktivitas tambang batu bara diduga pengeruk Lahan Perhutani (Lahan Negara) dengan bebas melakukan aktivitas bertahun-tahun lamanya.
Meski begitu, aktivis, Publik dan LSM khusudnya di Pemantau Keuangan Negara, Relawan Pembela Masyarakat (RPM) tidak akan tinggal diam begitu saja.
Mereka menegaskan komitmen bersama untuk membuat laporan pengaduan ke Pemerintah Pusat, baik Kementrian Kehutanan, Mentri ESDM, Mabes Polri dan BUMN terkait dugaan Suplay Aliran Listrik. Bahkan, dalam waktu dekat, mereka akan melakukan aksi di sejumlah titik pemangku kebijakan yang bertanggung jawab atas lahan perhutani tersebut. (*/ Ar/ Red)